Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Islam
Pemikiran Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Islam
A. Gambaran Singkat Pendidikan di Masa Belanda
Pola pendidikan yang terjadi di Indonesia di masa penjajahan Belanda menggunakan sistem pendidikan kolonial dan sistem pendidikan Islam berupa pesantren yang masih bersifat tradisional. Perbedaan sistem ini mencolok bedanya baik dari segi metode maupun tujuannya. Pendidikan ala Belanda yang dinamakan Europeesche Lagere School, ditujukan khusus bagi anak-anak Belanda dan orang asing lainnya serta anak-anak pribumi yang berasal dari golongan priyayi dan pejabat. Kemudian berdirilah sekolah-sekolah seperti Inlandsche Lagere School (sekolah rendah), Hogere Burgere School (HBS) dan Vitgebreit Lagere Onderwijs (MULO) (sekolah menengah pertama) dan Algemeene Midle Bare School (AMS) (sekolah lanjutan atas). Sesuai dengan arah politik pemerintahan Belanda saat itu, yaknni politik etika, maka tujuan pendidikan yang dijalankan pun adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terdidik dengan substansi pendidikan yang netral dari agama. Menghadapi pendidikan, politik, kultural, sosial dan ekonomi yang diperngaruhi Barat tersebut, lahirlah pembaharu pendidikan yang bertujuan untuk menentang pengaruh Belanda dan mengajak masyarakat kembali pada dasar-dasar pokok ajaran Islam melalui jalur pendidikan sebagai kegiatan politiknya.
B. Biografi K.H Ahmad Dahlan
Lahirlah pembaharu dari Kauman,Yogyakarta, bernama K.H Ahmad Dahlan. Ia anak keempat dari tujuh bersaudara seorang ulama dan khatib terkemuka di mesjid besar Kesultanan Yogyakarta bernama K.H Abu Bakar. Ibunya putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan. Menurut silsilah, K.H Ahmad Dahlan termasuk keturunan keduabelas dari Maulana Malik Ibrahim (Wali Songo). K.H Ahmad Dahlan dikenal jujur dan sederhana. Ia juga mempunyai sikap kritis terhadap pola pendidikan tradisional. Ilmu-ilmu agama dipelajarinya dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Tahun 1890, ia melanjutkan pendidikan ke Mekah. Disinilah ia berinteraksi dengan para pemikir pembaharu dunia Islam, seperti: Muhammad Abduh, Al Afgani, Rasyid Ridha. Interaksi ini berpengaruh kuat pada jiwa dan pemikiran K.H Ahmad Dahlan. Maka ketika kembali ke Indonesia, corak keagamaan yang dibawanya banyak bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaam yang masih bersifat ortodoks-tradisional. Ide-ide universalitas Islam buah karya para pembaharu Islam yang me-re-interpretasikan kembali Islam dengan gagasan kembali pada Qur’an dan Sunnah, menjadi fokus utama dalam pemahamannya. Bahkan K>H Ahmad Dahlan menempati posisi tertinggi dalam penguasaan ilmu-ilmu agama di Mekah di bawah bimbingan gurunya Syaikh Ahmad Khatib.
Sekembalinya ke Indonesia tahun 1905, K.H Ahmad Dahlan menikah dengan anak hakim di Yogyakarta bernama Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan). Kelak Siti Walidah menjadi pendiri Aisyiyah. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, selain menjadi khatib, K.H Ahmad Dahlan berdagang batik. Dengan pekerjaannya ini, berkeliling Jawa, ia berkesempatan menyampaikan gagasan-gagasannya kepada kaum Muslim. Mereka inilah kelak menjadi bagian dari gerakan inti Muhammadiyah yang bersemangat. K.H Ahmad Dahlan pun ikut bergabung bersama Jam’iyatul Khair, Budi Utomo dan Sarekat Islam. Akhirnya dengan usahanya lahirlah Muhammadiyah tanggal 18 November 1912, sebagai organisasi sosial yang bergerak di bidang pendidikan. Di usia 55 tahun, 23 Februari 1923, K.H Ahmad Dahlan meninggal dunia. Tapi meninggalnya K.H Ahmad Dahlan, bukan berarti Muhammadiyah mati, Muhammadiyah terus berkembang di tangan para pengikutnya hingga mendirikan banyak sekolah pendidikan di berbagai daerah.
- Pemikiran Pendidikan Islam Ahmad Dahlan
K.H Ahmad Dahlan tidak puas dengan sistem dan praktek pendidikan saat itu, akhirnya ia mengeluarkan beberapa pandangannya tentang pendidikan. Baginya tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat. Berikut beberapa pandangannya tentang pendidikan:
1). Pendidikan Integralistik
Pemikirannya tentang pencerahan akal melalui filsafat dan logika, secara eksplisit tercermin dari pidato terakhirnya berjudul Tali Pengikat Hidup. Ada 3 hal yang menjelaskna tentang hal ini, yaitu; a). Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan menggunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan didasari hati yang suci, b). Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia, 3). Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai jika manusia menyerah pada petunjuk Allah. K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid.
Pendidikan di Indonesia pada di masa Belanda terpecah menjadi dua: pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini K.H. Ahmad Dahlan berusaha mengintegrasikan kedua sistem pendidikan itu. Cita-cita pendidikan yang digagasnya adalah untuk melahirkan manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Beliau tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolah yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya K.H Ahmad Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekan K.H. Ahmad Dahlan . Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari K.H. Ahmad Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik.
2). Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam Madrasah-madrasah Pendidikan Agama
Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
1. Baik budi, alim dalam agama
2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
3). Memberi Muatan Pengajaran Islam pada Sekolah-sekolah Umum Modern Belanda
Muhammadiyah baru memutuskan meminta kepada pemerintah agar memberi izin bagi orang Islam untuk mengajarkan agama Islam di sekolah-sekolah Goebernemen pada bulan April 1922. sebenarnya sebelum Muhammadiyah didirikan ini sudah diusahakan namun baru mendapat izin saat itu. Hingga akhirnya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah swasta yang meniru sekolah Gubernemen dengan pelajaran agama di dalamnya. Tujuan pokok organisasi dan pendirian lembaga pendidikan menjadi orientasi utama K.H. Ahmad Dahlan sehingga berusaha untuk menandingi sekolah pemerintahan Belanda dengan mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan fasilitas dan mendesakkan pengalaman iman. Sekolah Muhammadiyah mempertahankan dimensi Islam yang kuat, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda dengan sekolah-sekolah Islam yang lebih awal dengan gaya pesantrennya yang kental. K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharapkan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah Aisyiah. Di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus bagi kaum perempuan, sesuatu yang jarang ditemukan di negara-negara Islam lain bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul Watan.
4). Menerapkan Sistem Kooperatif dalam Bidang Pendidikan
Kita dapat melihat adanya kerjasama yang harmonis antara pemerintahan Belanda dengan Muhammadiyah. Keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Pertama, dari sikap non oposisional. Kedua, mendukung program pembaharuan keagamaan termasuk di dalam bidang pendidikan. Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif memberikan ketentuan mutlak untuk bertahan hidup di tengah iklim yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis pribumi dan disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat bertahan saat itu. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan dapat masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan kaum misionaris yang diciptakan oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju kedepan dari pada sistem penddikan pribumi yang tradisional. Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa catatan yang direntaskan oleh K.H Ahmad Dahlan, antara lain:
1. Membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula seistem pesantren menjadi system sekolah.
2. Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah.
3. Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran, dari yang semula menggunakan metode weton dan sorogan menjadi lebih bervariasi.
4. Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan.
5. Dengan Muhammadiyahnya buya berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan dari yang berbentuk sekolah agama hingga yang berbentuk sekolah umum.
6. Berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam system pendidikan yang dirancangkannya.
7. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta 18 Nopember 1912. Yang perkembangannya, terutama sejak paruh kedua tahun 1920-an menunjukkan grafik meningkat. Disaat gerakan umat Islam seangkatannya justru dilanda perpecahan dan perlahan menunjukkan grafik penurunan, yaitu Sarekat Islam (SI). Yang saat itu SI pecah karena infiltrasi komunis, sehingga muncul SI “Merah” yang jadi onderbow PKI (1920). Dengan melihat perkembangan Muhammadiyah ini ada sebagian yang menyebutkan sejarah Indonesia 1925-1945 adalah sejarah Muhammadiyah. Mungkin ini tidak berlebihan. Pernyataan ini menyiratkan betapa besar peranan gerakan Muhammadiyah atau kader-kader Muhammadiyah dalam dinamika sejarah umat dan bangsa ini. Sejarah mencatat, KH Mansur penggerak MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) zaman Jepang adalah pimpinan pusat Muhammadiyah. Ki Bagus Hadikusumo, adalah pimpinan pusat Muhammadiyah yang turut merumuskan Piagam Jakarta dan berperan dalam sidang-sidang persiapan kemerdekaan. Mr.Kasman Singodimejo pun politisi yang berasal dari Muhammadiyah. Bung Karno, Ir.Juanda, Sudirman, dll tokoh bangsa ini tidak sedikit merupakan kader lulusan pendidikan Muhammadiyah. Dalam aspek sosial gerakan Muhammadiyah pun banyak memberikan kontribusi pengembangan umat dan bangsa. Misalnya Muhammadiyah memelopori pendirian Panti Asuhan dan Rumah Sakit. Bahkan Lembaga Haji (Badan Penolong Haji) pun dirintis murid KH Ahmad Dahlan, Haji Sujak yang mengusahakan usaha perkapalan untuk jemaah haji pada tahun 1921. Bidang pendidikan itu lebih jelas lagi. Karena strategi gerakan Muhammadiyah diawali dengan perintisan dan pengembangan kader lewat jalur pendidikan formal dan non formal. Dilihat aspek pengembangan pemikiran keagamaan, Muhammadiyah pun berada di garda depan. Di zaman Belanda Muhammadiyah berhasil upaya de-mistifikasi (penghancuran berpikir mistik) dengan gerakan rasionalisasinya, tetap tetap berpijak pada konsep Al-Qur’an dan As-Sunnah. Muhammadiyah pun mendobrak ketaklidan yang membabi buta, berpikir feodal seperti pengkultusan individu yang bisa mematikan ijtihad dan keterbukaan pikir. Muhammadiyah turut pula mendobrak kefeodalan dengan mengubah kebiasaan kurang baik, dalam proses pembelajaran al-Qur’an. Misalnya turut memelopori usaha penerjemahan Al-Qur’an, yang di zaman Belanda diharamkan. Muhammadiyah pun yang memelopori ibadah hari raya di lapangan pada tahun 1930-an, yang menggemparkan. Bahkan Belanda khawatir akan bergeser pada aksi massa. Dengan pola pikir yang rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan (kecerdasan emosional), Muhammadiyah berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi ajaran Qur’an dan Sunah. Dari pola pemikiran rasional tsb gerakan Muhammadiyah telah “membangunkan” kesadaran umat Islam yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan sains dan teknologi. Sehingga perlahan Muhammadiyah bisa membawa umat dan bangsa untuk mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya. Bahkan peranan Muhammadiyah sampai kini tetap menjadi harapan umat dan bangsa, selain ormas Islam lainnya seperti NU, Persis, SI dan lain-lain. Terlebih dalam menyikapi isu-isu nasionaol dan internasional selalu tampil di depan sebagai pelopornya. Baik secara kelembagaan ataupun yang diperankan individu kader-kadernya. Pengamat politik asing seperti Samuel P Huntington dalam bukunya Benturan Peradaban menyebutkan Muhammadiyah sebagai “motor kebangkitan Islam” di Indonesia. Analisis Huntington tersebut wajar. Sebab dalam rentang usianya mendekati satu abad, Muhammadiyah telah, sedang dan akan terus mengahasilkan kader-kader intelektual bagi umat dan bangsa. Bahkan perkembangan berikutnya tampak Muhammadiyah sedang melebarkan sayapnya menjadi gerakan internasional dengan sudah membuka cabang-cabangnya di luar negeri. Seperti di Berlin, Cairo, Teheran, Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Australia, Amerika dst. Dari latar belakang tersebut di atas, bila meminjam teori Hero (Tokoh) nya Thomas Carlyle bahwa pemimpin besar (The Great Man) sebagai penggerak idea akan terjadi perubahan sejarah. Bahwa idea dapat membangkitkan gerak sejarah suatu bangsa, jika ada penggeraknya yaitu pemimpin besar. Seperti halnya ajaran Islam, tidak akan berkembang tanpa kehadiran dan peranan pemimpin besarnya, nabi Muhammad saw. Dengan memakai pendekatan teori sejarah ini, maka gerakan Muhammadiyah tidak akan berkembang dan berpengaruh besar sampai kini jika tanpa kehadiran ideolog dan penggerak awalnya KH Ahmad Dahlan. Karena itu mencermati dan melakukan studi atas pemikiran KH Ahmad Dahlan menjadi penting dilakukan. Ini akan berguna untuk memahami dinamika perkembangan Muhammadiyah khususnya, dan dinamika umat Islam dan bangsa Indonesia. Muhammadiyah selalu terbuka dan terus berkembang termasuk dalam hal keputusan tarjih.
2. Pembaharuan yang dilakukan K.H Ahmad Dahlan
Ada banyak hal yang menjadikan K.H. Ahmad Dahlan sebagai pembaharu, di antaranya yaitu:
1. Melakukan purifikasi ajaran Islam dari khurafat tahayul dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam, dan mengajak umat Islam untuk keluar dari jarring pemikiran teradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio.
2. Usaha dan jasanya mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut mestinya. Umumnya masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap Timur dan orang-orang shalat mengahadap kea rah Barat lurus. Padahall kiblat yang seenarnya menuju Ka’bah dari tanah Jawa haruslah iring kearah Utara + 24 derajat dari sebelah Barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang ilmu falak itu, ornag tidak boleh menghadap kiblat menuju Barat lurus, melainkan harus miring ke Utara + 24 derajat. Oleh sebab itu, K.H. Ahmad Dahlan mengubah bangunan pesantrennya sendiri supaya menuju kea rah kiblat yang betul. Perubahan yang diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat tantangan keras dari pembesar-pembesar masjid dan kekuasaan kerajaan
3. Berdasarkan perhitungan astronominya, K.H. Ahmad Dahlan menyataka bahawa hari raya Idul Fitri yang bersamaan dengan hari ulang tahun Sultan,, harus dirayakan sehari lebih awal dari yang diputuskan para ulama “mapan”. Dan melaksanakan shalat Idul Fitri di lapangan. Sultan menerima pendapat K.H. Ahmad Dahlan namun karena ini pula beliau kehilangan lebih banyak lagi simpati dari kalangan ulama “mapan”.
4. Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan popular, bukan saja di pesantren, melainkan ia pergi ke tempat-tempat lain dan mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah bapak Muballig Islam di Jawa Tengah, sebagaimana syekh M. Jamil Jambek sebagai bapak Muballigh di Sumatra Tengah.
5. Mendirikan perkumpulan Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia sampai sekarang.
6. Refleksi aplikatif didirikannya sekolah-sekolah Muhammadiyah sampai saat ini.
Komentar
Posting Komentar